Penjaga Abadi di Tebing: Tradisi Mumifikasi Suku Anga yang Menantang Waktu

Rebalas Pedia - Di tengah pegunungan berkabut Papua Nugini, tersembunyi sebuah praktik kuno yang mencengangkan dunia modern—sebuah warisan spiritual yang diwariskan lintas generasi oleh suku Anga.

Mereka memumikan leluhur mereka dan menempatkannya di tebing-tebing terjal, menjadikan para mendiang sebagai penjaga abadi keluarga dan komunitas.

Pada tahun 2003, fotografer dan penjelajah budaya Ulla Lohmann melakukan perjalanan ke wilayah ini dengan niat mendokumentasikan tradisi yang nyaris tak tersentuh dunia luar. Namun, sambutan pertama yang ia terima adalah penolakan.

Bagi suku Anga, kepercayaan dan kehati-hatian bukan sekadar kebiasaan—melainkan inti dari identitas mereka. Mereka bukan hanya komunitas terpencil, tetapi pelindung warisan spiritual yang dijunjung tinggi.

Namun, waktu dan ketulusan memiliki kekuatan untuk menembus batas. Lohmann kembali, bukan sebagai pengamat, tetapi sebagai pembelajar yang rendah hati. Ia menghabiskan waktu satu dekade untuk memahami, meresapi, dan menghormati kedalaman budaya ini.

Suatu hari, seorang tetua bernama Gemtasu membuka pintu kepercayaannya. Tak hanya menerima kehadiran Lohmann, Gemtasu bahkan mengungkapkan keinginannya untuk dimakamkan menurut adat leluhur—dimumikan dan ditempatkan di tebing, seperti para pendahulunya.

Proses mumifikasi ini sarat dengan makna spiritual. Jenazah dijaga dalam posisi tegak, diasapi selama berbulan-bulan, dan tidak diperkenankan menyentuh tanah. Ini bukan sekadar metode pengawetan, melainkan ritus penghormatan terhadap perjalanan jiwa.

Wajah mendiang dibiarkan tetap utuh karena masyarakat Anga percaya bahwa roh akan kembali ke tubuhnya setiap malam. Bagi mereka, mumi bukan sekadar simbol masa lalu, melainkan penghubung antara dunia yang tampak dan yang tak kasatmata.

Dalam pandangan suku Anga, kematian bukanlah akhir, melainkan transisi peran. Seorang ayah menjadi pelindung spiritual. Seorang kakek berubah menjadi pengamat hening dari ketinggian—terus menjaga, menyaksikan, dan mengasihi dari atas tebing.

Kisah Gemtasu, suku Anga, dan dedikasi Ulla Lohmann membuka jendela ke dunia yang sangat berbeda dari dunia kita—sebuah dunia di mana kenangan tidak diukir pada batu nisan, melainkan digantung tinggi di langit, dijaga oleh leluhur yang tak pernah benar-benar pergi.

Sumber: Ulla Lohmann, National Geographic Documentary Archives

Komentar